Denmark menjadi salah satu negara sukses yang mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) dari energi angin. Untuk mencapai titik tersebut ternyata dibutuhkan waktu 23 tahun.
Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus Abildgaard Kristensen menuturkan, sebelum akhirnya memaksimalkan potensi energy bayu, Denmark sama halnya Indonesia bergantung pada batu baru untuk sektor energinya.
“23 tahun lalu Denmark masih negara dependent, masih bergantung pada penggunaan baru bara,” tuturnya di kediamannya, Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Namun pada 2005, lanjut dia, pemerintah Denmark mulai mencoba mengembangkan energi terbarukan, sebagai transisi dari batu bara ke energi angin serta bio massa. Rencana pengembangan jangka panjang tersebut akhirnya menghasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu.
“Saat ini supply di Denmark 43% datang dari energi angin. Bahkan Denmark sudah memasuki fase keempat menggembangan energi terbarukan,” ujarnya.
Meski memiliki fokus pengembangan EBT sampai 2025, tetapi penggunaan energi fosil masih diperlukan ketika kondisi angin di Denmark yang tidak stabil.
“Jadi ketika cuaca di sana kurang baik, angin sangat kecil sehingga turbin tidak bisa berputar atau ada burung kena turbin, maka kita switch ke batu bara,” tuturnya.