Tim kampanye pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menemukan adanya penyimpangan data pemilih di gelaran Pilpres 2019. Diantaranya 17,5 juta pemilih yang tidak masuk akal, 6,1 juta pemilih ganda yang tersebar di 5 provinsi, 18,8 juta pemilih invalid (yang juga tersebar di 5 provinsi) serta lebih dari 117.000 Kartu Keluarga yang manipulatif.
Angka-angka tersebut disampaikan oleh Rizal Ramli di acara bertema “Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019” yang diadakan BPN Prabowo-Sandi bersama Masyarakat Peduli Pemilu Bersih dan Berintegritas (MPPBB). Di acara yang berlangsung di Hotel Grand Sahid di Jalan Sudirman Jakarta Selatan pada Selasa sore 14 Mei tersebut hadir juga Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak dan Ketua BPN Djoko Santoso. Dahnil bahkan mengklaim bahwa ada keterlibatan oknum polisi dalam dugaan kecurangan itu.
Berdasarkan bukti-bukti kecurangan yang didapat BPN, Djoko Santoso menyatakan pihaknya menolak hasil perhitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan memastikan akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. “KPU juga menolak melakukan audit forensik input formulir C1 yang diinisiasi BPN.” tambah Djoko Santoso.
Tak hanya itu penyimpangan data pemilih yang ditemukan oleh tim riset BPN. Mereka juga menemukan adanya kesalahan pada publikasi hasil hitung KPU yang tidak real time dengan database dan tidak adanya validasi terhadap kesalahan yang terjadi saat input data. Cawapres Sandiaga Uno yang juga hadir di acara tersebut masih merasa yakin bahwa kemenangan akan berpihak pada Prabowo – Sandi.
Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto yang mendapat giliran terakhir berbicara merasa dirinya sedang mendapat “pemerkosaan demokrasi” setelah melihat temuan kecurangan itu. Oleh karena itu, sama seperti sang cawapres, Prabowo pun yakin kubu 02 sudah memenangkan mandat dari rakyat dan menyerukan pendukungnya agar tidak menyerah memperjuangkan keadilan.
Jika angka-angka penyimpangan tersebut bisa dibuktikan oleh BPN, besar kemungkinan temuan mereka bisa mengubah hasil Pilpres 2019. 17,5 juta pemilih palsu setara dengan 11% dari total suara yang berpartisipasi di pemilu tahun ini, yaitu sekitar 154 juta dari 193 juta orang yang terdaftar. Sedangkan menurut Adrian Sopa dari Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA, selisih suara antara Jokowi dan Prabowo diperkirakan sebesar 11%.