Kebijakan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait pelarangan cantrang dan payang di seluruh perairan Indonesia per 1 Januari 2018, mulai menimbulkan dampak yang dirasa merugikan. Sejak 31 Desember 2017, hampir semua kapal nelayan bersandar di pelabuhan. Mereka tidak berani melaut karena takut ditangkap petugas.
“Sebagai perwakilan dari Aliansi Nelayan Indonesia, yang kami tuntut bukan penenggelaman kapal yang sekarang marak diberitakan, tapi legalisasi cantrang dan payang secara nasional. Kami meminta janji pemerintah tanggal 11 Juli 2017 tentang dialog dengan presiden, tapi sampai sekarang belum juga direalisasikan,” kata Sutia Budi, Wakil Ketua Aliansi Nelayan Indonesia, saat dihubungi Trubus.id, Minggu (14/1).
Dikatakan Budi, 80 persen nelayan di Lamongan masih memakai payang, sejenis cantrang. Begitu juga dengan nelayan di Tegal. Namun, sejak awal Januari, para nelayan tidak berani melaut karena takut peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Nelayan taat hukum, kalau memaksakan diri melaut padahal sudah ada peraturan, nanti ditangkap. Itulah kenapa, lebih baik kami tidak melaut, menyandarkan kapal di pelabuhan,” jelas Budi.
11 Juli 2017 lalu, perwakilan Aliansi Nelayan Indonesia bertemu dengan Teten Masduki, Kepala Staf Kepresiden. Salah satu kesepakatan dari pertemuan tersebut adalah, pemerintah akan melakukan kajian komprehensif tentang catrang dan payang. Jika terbukti tidak merusak lingkungan, akan dilegalkan secara nasional.
“Pemerintah belum juga melakukan kajian. Akhirnya, kami melakukan pengujian dengan menyelam, dan hasilnya membuktikan kalau cantrang dan payang ini ramah lingkungan. Tidak merusak biota bawah laut. Alat apapun itu, kalau digunakan dengan baik, ada kemungkinan rusak. Nah, nelayan pun tentu tidak mau jaringnya rusak. Maka, semua itu dijaga baik-baik, tidak sembarangan begitu saja,” tutur Budi.