Saat ratusan nelayan berdemo supaya cantrang bisa digunakan lagi, Lain halnya dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tegal, yang menyesalkan kebijakan pemerintah pusat yang kembali membolehkan penggunaan cantrang.
HNSI menganggap larangan penggunaan cantrang yang diatur dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen) Nomor 2 Tahun 2015 merupakan kebijakan positif.
“Kami sangat kecewa adanya Permen Nomor 2 Tahun 2015 itu dicabut lagi,” ucap Ketua HNSI Kabupaten Tegal Warnadi.
Warnadi mengungkapkan Permen Nomor 2 Tahun 215 dan Permen Nomor 71 Tahun 2016 tentang penempatan alat tangkap di wilayah penangkapan ikan Indonesia telah memberi dampak baik kepada nelayan tradisional. Khususnya nelayan yang berada di wilayah Kabupaten Tegal. “Mestinya Permen itu tetap dijalankan,” jelas Warnadi.
Menurutnya, alat penangkapan ikan jenis cantrang yang dilarang pemerintah pusat, seperti pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) bisa merusak ekosistem laut. Oleh sebab itu, penggunaan kedua alat tersebut sudah sepatutnya dilarang.
“Kalau di Kabupaten Tegal, jenis alat tangkapnya masih ramah lingkungan, tidak merusak laut. Justru kalau cantrang bisa merusak dasar laut. Karena itu HNSI Kabupaten Tegal meminta agar Permen pelarangan cantrang tetap diberlakukan,” jelasnya.
Warnadi menjelaskan, kapal nelayan di Kabupaten Tegal rata-rata berukuran di bawah 10 gross ton (GT). Sedangkan alat tangkap yang digunakan nelayan di Kabupaten Tegal berupa gilnet, pursein, cumi, dan jaring jabur.
Menurutnya, justru kapal berukuran lebih dari 30 GT menggunakan alat tangkap cantrang dan dalam dokumen tertera di bawah 30 GT. “Di Kabupaten Tegal tidak ada kapal dengan alat cantrang,” katanya.