Kertam, badak sumatera subjenis Kalimantan [Dicerorhinus sumatrensis harrisoni] yang berada di BORA [Borneo Rhino Alliance], Taman Nasional Tabin, Sabah, Malaysia, mati pada 27 Mei 2019. Badak jantan usia 30 tahun tersebut, sejak akhir April menujukkan tanda-tanda penurunan nafsu makan.
“Dengan berat hati kami katakan, Tam, badak sumatera terakhir di Malaysia telah mati,” jelas pihak BORA melalui akun Facebook.
Mengutip The Strait Times, disebutkan bahwa Tam menderita kerusakan organ dalam tubuh. “Faktor umur juga diyakini penyebab satwa yang telah berada di penangkaran sejak 2008 ini mati,” ungkap Augustine Tuuga, Sabah Wildlife Department Director.
Cerita sedih Tam, melengkapi duka dua tahun silam. Puntung, badak sumatera betina yang berada di Sabah, Malaysia, di BORA ini juga, mati pada 4 Juni 2017. Kanker sel squamosa menyebabkan badak 25 tahun ini harus meninggalkan Bumi lebih cepat.
Kini tersisa Iman, badak betina, seorang di penangkaran BORA yang menderita tumor di uterus.
Badak Sumatera di Malaysia
Periode 90-an, badak sumatera di Malaysia diperkirakan sekitar 200 individu, tersebar di Semenanjung Malaysia dan Sabah. Khan [1987] melaporkan, badak sumatera di Semenanjung Malaysia tersebar di 14 lokasi dengan taksiran jumlah antara 51-86 individu. Sedangkan Abdullah [1985] melaporkan hasil survei yang dilakukannya pada 1974-1981 di Semenanjung Malaysia berkisar 50-75 individu.
Populasinya terkonsentrasi di Endau Rompin [20-25 individu], Taman Negara [8-12 individu], dan Sungai Dusun Wildlife Reserve [4-6 individu]. Sisanya, tersebar di Gunong Belumut, Mersing Coast, Ulu Lepar, Sungai Depak, Kuala Balah, Bukit Gebok, Krau Wildlife Reserve, Ulu Selama, Ulu Belum, dan perbatasan Kedah.
Di Sabah, populasi badak sumatera sebagaimana dilaporkan Andau [1987] berada di Tabin Wildlife Reserve. Jumlahnya tidak lebih 20 individu, termasuk yang tersebar di beberapa tempat di luar suaka margasatwa tersebut.
Badak pertama yang ditangkap untuk penangkaran [captive breeding] adalah Dusun. Seperti namanya, ia ditangkap di Sungai Dusun, Semenanjung Malaysia, pada 9 September 1986.
Penangkaran badak sumatera di Malaysia awalnya dibangun di Sungai Dusun Wildlife Reserve dan Zoo Melaca. Ada 6 individu yang diselamatkan, 5 betina dan satu jantan muda. Namun, jantan muda ini mati setelah dilahirkan induknya yang sewaktu ditangkap bunting [Khan, 1987].
Penangkaran badak di Sungai Dusun tidak diteruskan, selain badak yang diselamatkan dari Semananjung Malaysia tidak ada lagi di alam, badak yang dipelihara juga mati satu persatu akibat penyakit tripanosoma yang berasal lalat. Diduga pula, kematian tersebut akibat sanitasi kurang baik, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan serius terhadap badak di penangkaran.
Bagaimana kabar badak Dusun? Dia dikirim ke Sumatran Rhino Sanctuary, Way Kambas, Lampung, sebagai badak betina ketiga yang masuk penangkaran, berdasarkan pertukaran Malaysia dan Indonesia pada 1987. Tujuannya, menyelamatkan badak sumatera dari ancaman kepunahan. Dusun hanya bertahan di SRS selama 3 tahun, mati pada 7 Februari 2001 karena penyakit degenerasidan senilitas [penuaan].
Selain itu, ada juga badak betina yang dikirim ke Kebun Binatang Dusit, Thailand. Namun, tidak lama mati akibat gangguan pencernaan, akibat pakan yang tidak sesuai. Badak tersebut diberi kacang-kacangan, pisang, kentang, dan beberapa jenis daun [Meckvichai, 1987].
Hanya Indonesia
Badak sumatera di alam, kini hanya tersisa di Indonesia, diperkirakan tidak lebih dari 100 individu. Di Sumatera tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, dan Way Kambas. Khusus di Kerinci Seblat, sudah tidak ditemukan lagi jejaknya sejak 2011. Di Kalimantan Timur, diperkirakan tersisa kurang 15 individu. Itu pun perkiraan terlalu optimis.
Kondisi nyatanya adalah, ada satu badak betina bernama Pahu di SRS Hutan Lindung Kelian Lestari, Kalimantan Timur, yang memerlukan jantan untuk dikawinkan. Sementara di SRS Taman Nasional Way Kambas, Lampung terdapat 7 individu badak [3 jantan dan 4 betina].
Bila dilihat sejarah penyelamatan badak, upaya ini memang cukup panjang dengan tingkat keberhasilan minim. Sejak 1982, para ahli dari mancanegara telah berdiskusi meningkatkan populasi badak di alam.
Pada 1993, perkiraan populasi optimis menyatakan, total populasi badak sumatera di dunia diperkirakan ada 400 individu. Namun, para ahli pada pertemuan 2014 di Singapura sepakat, populasinya justru kurang dari 100 individu. Melalui perdebatan khusus, jika memperkirakan populasi batas minimum, mungkin badak tersisa hanya 30 individu di alam.
Penyelamatan badak sumatera dari ancaman kepunahan, kini ada di tangan Pemerintah Indonesia. Inisiatif aksi penyelamatan, kerja sama internasional, dan penggalangan dana perlu digalakkan.
Harapan penyelamatan badak sumatera tidak dipungkiri berada di pusat penangkaran, seperti di SRS Taman Nasional Way Kambas. Program ini pun perlu dipadu-serasikan dengan potensi-potensi varietas genetik dari individu-individu yang tersisa di Leuser Timur, Bukit Barisan Selatan, Kalimantan Timur; bahkan di Sabah sekalipun meski hanya tersisa sperma dari badak Kertam.
Rencana Aksi
Kematian Kertam perlu segera disikapi Pemerintah Indonesia yang telah memiliki Rencana Aksi Darurat [RAD] Penyelamatan Badak Sumatera yang telah ditetapkan Dirjen KSDAE, Wiratno, Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018.
Badak Pahu tidak bisa menunggu jantan dari alam. Paling tidak, satu jantan badak sumatera, Harapan atau Andalas dari SRS di Way Kambas dikirimkan ke SRS di Hutan Lindung Kelian Lestari, untuk dikawinkan.
Pemikiran lain adalah sperma Tam yang tersimpan baik, jika diperhitungkan memungkinkan dapat menghamili Pahu atau badak betina lainnya yang ada di SRS Way Kambas, perlu dijajaki. Ini kesempatan bersama Indonesia dan Malaysia menyelamatkan badak sumatera dari kepunahan. Kerja sama yang pernah dimulai sejak 1987 dan kini bisa dijalin kembali komunikasinya.