Kabar akan digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat mengagetkan banyak pihak. Walaupun diembuskan sebagai desakan dari para politisi senior, publik Tanah Air percaya bahwa KLB sudah direncanakan. Agendanya apa lagi kalau bukan membahas soal pergantian sang ketua umum.
Partai tersebut mengklaim bahwa sebagian besar kader mereka menginginkan posisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ketua umum digantikan oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sebagaimana diketahui, kini di tangan SBY dua jabatan partai berlambang bintang mercy itu berlabuh, yakni ketua umum dan ketua dewan pembina.
Rencana ini sebenarnya telah tercium oleh pengamat politik nasional, terutama karena pada hari raya lalu, AHY dan Edhie Baskoro Yudhoyono, sang adik, sowan untuk bersafari ke keluarga para mantan presiden. Kedua putra mantan Presiden ke-6 itu dikatakan menggunakan momentum Idul Fitri untuk melakukan publikasi komunikasi politik kepada publik.
Namun, sebagian pihak lain juga memberi alasan, AHY hanya melakukan sopan santun kenegarawanan. Para mantan pemimpin negara yang masih hidup, juga perwakilan keluarga bagi yang mereka telah wafat, menghadiri pemakaman Ani Yudhoyono, ibunda AHY. Cerita pun bersambung dengan kepingan peristiwa 3 Mei lalu, ketika AHY berkesempatan sowan ke Istana Negara dengan menggunakan plat mobil B 2024, yang ditafsirkan publik Tanah Air sebagai visinya meraih kursi nomor satu RI.
Apakah seperti itu? Secara logis, jalan menuju RI-1 dengan menumpang kendaraan petahana jelas bukan jalan bebas hambatan. Begitu banyak pihak yang menginginkan jabatan serupa, terutama partai besar pendukung pemerintahan terkini. AHY harus melangkahi para politisi senior yang menjadi pejabat dari partai-partai kuat tersebut. Belum para kader potensial mereka.
Jalan paling masuk akal dan cepat jika memang benar AHY ingin masuk Istana Negara adalah dengan menjadi oposisi. Seperti yang dilakukan Prabowo Subianto lewat Partai Gerindra. Dengan menjadi oposisi, AHY bisa membangun popularitas secara cepat. Partai Gerindra pada pemilu 2019 berhasil menyodok posisi tiga besar, mengalahkan partai-partai lama yang notabene punya infrastruktur lebih berpengalaman.
Lalu, apa sebenarnya tujuan AHY merapat ke istana? Apakah dengan menaikkan posisi AHY sebagai ketua umum, Demokrat akan punya posisi tawar lebih? Tak ada yang tahu secara pasti kecuali internal partai.
Namun, melihat perkembangan yang terjadi di masyarakat, teka-teki itu secara garis besar telah terlihat benang merahnya. Tengok aksi yang dilakukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), awal April 2019. LSM ini mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan kasus skandal Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Desakan itu disampaikan untuk “memperingati” putusan praperadilan Bank Century dan 10 tahun putusan prapradilan tersangka koruptor BLBI, Sjamsul Nursalim. Terbukti tak berapa lama dari adanya aksi tersebut, KPK pun menetapkan Sjamsul dan istri sebagai tersangka. Kasus BLBI telah dan sedang digarap, logis menyusul kasus besar lain, tak terkecuali skandal Bank Century yang telah mengarah tepat ke jantung Partai Demokrat.
Apakah alasan ini yang menyebabkan partai biru buru-buru berbenah, menunggangi situasi duka serta kabar labilnya sang pimpinan tertinggi akibat kepergian sang istri tercinta? Sekali lagi, tak ada yang tahu secara pasti.
Meski demikian, Wakil Ketua Dewan Pembina Pusat (DPP) Partai Demokrat, Agus Hermanto, mengakui ada desakan dari politisi senior untuk menggelar KLB. Ia menyebut desakan itu sebagai masukan, dan DPP Demokrat akan segera membahas usulan tersebut.
“Tentunya seperti itu (dibahas di DPP) karena kemarin baru suatu penyampaian ide dan sebagainya pastinya DPP pasti akan melaksanakan rapatnya dan fungsi-fungsinya, dan pasti ditanggapi,” kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/6/2019), sambil menambahkan bahwa usulan itu tidak harus ditanggapi dengan mengikuti keinginan politisi senior.
Sebagai elite yang dikenal dekat dengan SBY, apa yang dinyatakan Agus Hermanto sangat beralasan. Jika AHY naik pada saat kondisi Demokrat jadi bulan-bulanan, jelas akan sangat berbahaya bagi rencana memasukkan Pangeran Cikeas itu ke Istana Negara. Di sisi lain, langkah ini juga akan menjadi ujian kepemimpinan sesungguhnya bagi AHY: apakah suami Annisa Pohan itu mampu menunjukkan kemampuan leadership-nya, termasuk lepas dari bayang-bayang sang ayah tercinta?