Setelah melalui waktu persidangan yang panjang Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis satu tahun delapan bulan penjara kepada tiga petinggi Sinar Mas Group terkait kasus suap kepada anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), Rabu (13/3/2019). Ketiganya yakni Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Edy Saputra Suradja; CEO PT BAP Wilayah Kalteng bagian Utara, Willy Agung Adipradhana; dan Manajer Legal PT BAP, Teguh Dudy Zaldy.
“Mengadili, menjatuhkan pidana satu tahun dan delapan bulan penjara dan denda Rp100 juta, bila tidak dibayar maka diganti kurungan selama dua bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Dhuta Baskara saat membacakan amar putusan.
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 2,5 tahun penjara. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan ketiga terdakwa terbukti bekerja sama memberikan uang Rp 240 juta kepada Ketua Komisi B DPRD Kalteng, Borak Milton; Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng, Punding L.H. Bangkan; serta dua anggota Komisi B DPRD Kalteng, Edy Rosada dan Arisavanah.
“Uang itu diberikan agar keempat penerima suap tidak menjalankan fungsi pengawasan terkait izin PT Binasawit [Abadi Pratama],” kata hakim.
PT BAP diduga melakukan pencemaran lingkungan di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan. Anak usaha Sinar Mas yang telah beroperasi sejak 2006 itu juga diketahui tidak memiliki kelengkapan izin, di antaranya hak guna usaha (HGU), izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), dan jaminan pencadangan wilayah karena diduga lahan sawit tersebut berada di kawasan hutan.
Pemberian uang dilakukan agar legislator membantu terdakwa meluruskan berita-berita mengenai pencemaran limbah oleh PT BAP. Menanggapi putusan tersebut, ketiga terdakwa menyatakan menerima.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui wakil ketuanya, Laode M. Syarif, menuturkan bahwa beberapa kali pertemuan antara petinggi PT BAP dan DPRD Kalteng membicarakan sejumlah kepentingan. Di antaranya kesepakatan DPRD Kalteng yang akan membuat keterangan pers terkait kepemilikan izin HGU PT BAP.
“PT BAP meminta agar DPRD menyampaikan kepada media bahwa tidak benar PT BAP tidak memiliki izin HGU, tetapi proses perizinan tersebut sedang berjalan,” kata Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/10/2018).
Syarif melanjutkan, PT BAP juga meminta agar rapat dengar pendapat (RDP) soal dugaan pencemaran lingkungan oleh PT BAP tidak dilaksanakan. Sebelumnya DPRD Kalteng menerima laporan masyarakat terkait pembuangan limbah pengolahan sawit di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng. Anggota Komisi B DPRD Kalteng yang sempat melakukan kunjungan dan pertemuan mengetahui bahwa sejumlah izin PT BAP yang menguasai lahan sawit diduga bermasalah.
KPK menduga, pemberian uang Rp 240 juta dari pengurus PT BAP terkait pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Komisi B DPRD Kalteng dalam bidang perkebunan, kehutanan, penambangan, dan lingkungan hidup di Pemprov Kalteng pada 2018. Selain uang Rp 240 juta, anggota Komisi B DPRD Kalteng diduga juga menerima pemberian-pemberian lainnya dari PT BAP.
Sementara itu, karyawan bagian dokumen dan perizinan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART), Debby Fadina Sari, mengklaim bahwa alasan PT BAP tidak memiliki perizinan HGU karena tersendat peraturan. Debby menyampaikan saat menjadi saksi di persidangan.
Meski demikian, KPK telah mencermati dan menganalisis sejumlah fakta persidangan. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menuturkan bahwa pengembangan perkara mungkin saja dilakukan sepanjang terdapat sejumlah bukti permulaan yang cukup. Pengembangan bisa dilakukan terhadap perorangan atau bahkan juga terhadap korporasi.
Korporasi dewasa ini menjadi entitas yang memiliki peranan dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi. Namun, karena tujuannya adalah demi keuntungan, korporasi tidak dapat dilepaskan dari adanya kejahatan-kejahatan bisnis yang semakin canggih dan bervariasi. Kejahatan bisnis merupakan bentuk kejahatan yang bersifat umum yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan ekonomi dan biasanya dilakukan secara terorganisasi.
Apa yang telah dilakukan oleh petinggi PT BAP dapat dinilai sebagai white collar crime alias kejahatan kerah putih yang terorganisasi serta melibatkan kerja sama pengusaha dan penguasa. Upaya KPK dalam menelisik lebih jauh keterlibatan pihak yang lebih besar, di luar oknum petinggi perusahaan yang telah dijatuhi vonis pidana, perlu mendapatkan dukungan serius. Karena kejahatan korporasi sebenarnya adalah kejahatan organisasi yang terjadi dalam konteks hubungan yang kompleks di antara dewan direktur, eksekutif, dan di antara perusahaan induk, perusahaan cabang, maupun anak perusahaan.