Polisi membongkar home industry bahan berbahaya dan beracun (B3) jenis merkuri (air raksa). Polisi menyita sekitar 9,7 ton merkuri yang siap diedarkan ke masyarakat penambang emas.
“Merkuri ini menjadi perhatian pimpinan kita. Rapat koordinasi sudah dilakukan di Kemenkopolhukam, tentang pelarangan peredaran merkuri ini,” kata Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin kepada wartawan di halaman mapolda, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Senin (2/10/2017).
Pada Minggu 24 September lalu, Unit II Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrimsus Polda Jatim menggrebek home industri merkuri, di Dusun Krajan, Desa Jlodro, Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban. Saat digerebek, ditemukan 6 pekerja yang sedang melakukan pengolahan Batu Cinnabar dari Maluku Utara
“Bahan baku merkuri ini didatangkan dari Ambon,” ujarnya.
Sebanyak 9,7 ton polisi mengamankan batu cinnabar. Batu tersebut dari Desa Ihalulu, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram, Maluku. Batu tersebut dikirim ke Surabaya melalui jalur laut. Setelah tiba, batu tersebut dikirim ke lokasi. Setelah tiba di home industri, Batu Cinnabar itu diolah dan dicampur dengan gamping (batu kapur) dan serbuk besi, hinga menghasilkan merkuri (air raksa). Setelah menjadi bahan olahan jadi, merkuri akan disebar dan dijual ke masyarakat penambang emas.
“Batu dari Seram dibawa ke sini. Kemudian, bahan campuran untuk membuat merkuri di sini itu banyak misalnya kapur, serpihan besi,” ujarnya.
Dari hasil penggerebekan itu, polisi mengamankan barang bukti 80 dus merkuri hasil olahan, masing-masing seberat 20 kilogram. 100 Kg merkuri tersimpan di dalam ember, 90 tabung suling, 1 unit mesin penggiling Batu Cinnabar, 1 timbangan digital, 4 karung berisi batu kapur, 65 karung ampas atau limbah pembakaran, hingga buku rekening.
“Keuntungan dalam perdagangan limbah merkuri ini cukup lumayan. Dari modal Rp 600 juta, bisa menghasilkan Rp 1,2 milliar,” jelasnya.
Bahan merkuri tersebut rencananya dijual ke wilayah yang ada penambangan emas dari masyarakat seperti di wilayah Ambon, Kalimantan dan daerah penambangan emas lainnya.
“Merkuri ini berbahaya, termasuk kategori B3, merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Airnya semacam air keras,” ujar kapolda.
Dihadapan polisi, tersangka S (pemilik home industri merkuri) mengaku baru sekali ini menjalankan usahanya.
“Ngakunya baru sekali. Baru ketangkap ini,” jelasnya.
Untuk membongkar home industri merkuri, polisi mengubek-ubek hutan di kawasan perbatasan antara Kabupaten Tuban-Jawa Timur dengan Blora-Jawa Tengah. Sekitar seminggu tim Unit II dan dipimpin Kasubdit Tipiter AKBP Rofiq, menyelidiki hingga menemukan home industri merkuri milik tersangka S-warga Malang.
“Dia sebelumnya bekerja di Ambon (membuat merkuri). Tapi di sana kan sudah ketat, sehingga dia pindah ke Tuban,” ujar Rofiq.
S, diperkirakan beroperasi memimpin home industri merkuri di wilayah hutan jati di Tuban pada awal tahun ini. Namun, diperkirakan belum sampai diedarkan, keburu digrebek polisi.
“Kasus ini masih terus kami kembangkan,” jelasnya.
Akibat perbuatan yang dilakukannya, S melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara pasal 161 tentang, Setiap orang atau pemegang IUP operasi produk atau IUPK operasi produksi yang menampung, emanfaatkan melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batu bara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, 40 ayat (3), pasal 43 ayat 2, pasal 48, pasal 67 ayat 1, pasal 74 ayat 1, pasal 81 ayat 2, pasal 103 ayat 2, pasal 104 ayat 3, pasal 105 ayat 1 dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 milliar.