Dua belas lembaga penggiat lingkungan hidup menyatakan Tegal Mas yang dikelola Thomas Azis Riska sejak awal tahun 2018 merupakan kejahatan terhadap lingkungan hidup yang luar biasa.
Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri mewakili kedua belas penggiat lingkungan hidup mengungkapkan hal itu pada konferensi persnya di Sekretariat Walhi Lampung, Kedaton, Kota Bandarlampung, Selasa (20/8).
Kedua belas lembaga yang menyatakan sikap itu adalah Walhi Lampung, LBH Bandarlampung, KBH Lampung, PBHI, Mitra Bentala, Kawan Tani, Yasadhana, Wanacala, PKBI Lampung, SP Sebay Lampung, dan Matala Lampung.
Melihat fakta-fakta dan data yang dimiliki Walhi Lampung bersama 11 lembaga peduli lingkungan, mereka mendesak Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) RI bersama Kementerian Kelautan, Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan KPK melakukan penghentian terhadap seluruh aktivitas Tegal Mas.
Harus dihentikan segala aktivitas di sana dalam rangka proses hukum penyelidikan dan penyidikan. Selain itu dilakukan juga pemantauanya karena meski sudah di pasang plang pengumuman kegiatan masih berjalan,” katanya.
Atas pelanggaran berat tersebut, Irfan mengatakan yang tak kalah penting langkah berikutnya adalah penegakan hukum, baik pidana maupun perdata atas pelanggaran terhadap undang-undang terkait pengrusakan lingkungan tersebut.
“Kami meminta dengan tegas PT. Tegal Mas milik Thomas Azis Riska harus melaksanakan kewajibannya mengembalikan fungsi kawasan pantai yang direklamasi seperti semula,” tandasnya.
Menurut Irfan, reklamasi yang dilakukan Tegal Mas di Pantai Marita Sari maupun Pulau Tegal rentan memengaruhi lingkungan hidup. “Ada tiga undang-undang yang dilanggar dan itu termasuk kejahatan lingkungan luar biasa,” katanya.
Ketiga undang-undang yang dilanggar adalah UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 1 Tahun 2014 serta UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Tanpa izin, mereka melakukan pengrusakan lingkungan dengan mengeruk material dari bukit sekitar lokasi lalu menimbunnya ke pantai, baik di Pantai Marita Sari maupun di Pulau Tegal sejak Januari 2018,” kata Irfan.
Selain itu, pihak Tegal Mas, hasil pemantauan aktivitas di Pantai Marita Sari yang telah disegel ternyata tetap digunakan sebagai lahan parkir tamu yang akan ke Pulau Tegal. Selain itu, di Pulau Tegal, masih ada alat berat.
Kami menilai kegiatan itu merupakan pengabaian terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Aktivitas di Pulau Tegal masih berjalan, di sana juga masih ada alat berat eksavator yang kami duga, sebagai alat pengerukan bukit untuk reklamasi pantai,” ungkapnya.
Yang lebih memprihatinkan, kawasan Pulau Tegal masih kata Irfan termasuk dalam kawasan strategis nasional daerah latihan militer Teluk Lampung (KSN-TL-1), daerah ini tidak boleh ada reklamasi.
Lebih dari 90 persen kawasan Pulau Tegal itu (KSN-TL-1), di daerah ini tidak boleh ada reklamasi, kalau kawasan wisata tertentu boleh,” katanya.